Menghirup Udara di Bumi Tetangga



Tidak lebih dari dua jam pesawat pun mendarat di bandara Kuala Lumpur. Najma tidak banyak bicara, semua calon tenaga kerja hanya mengikuti instruksi
dari agen yang membawanya untuk sampai ke tempat kerja.
“siap bayar pajak nih” celoteh salah satu teman Najma.
Perjalanan dilanjutkan menggunakan bus menuju asrama tempat kerja yang orang-orang Melayu menyebutnya hostel yaitu di daerah Simpang Pulai. Nah ini nih…perjalanan yang sangat melelahkan namun  juga menyenangkan bagi Najma dan teman-teman barunya. Selain memakan waktu yang tidak sebentar, ditambah lagi jalan penuh gelombang dan penuh kerikil, tapi diganjar dengan pemandangan sekeliling yang sangat indah. Berjajar pohon-pohon karet yang kokoh menandakan semangatnya para pekerja di sana.
“Ternyata tidak seperti di kota yang banyak gedung-gedung ya ma” teman Najma si Tina membuat kesimpulan.
“Justru ini lebih indah tin, semoga saja kerja kita akan lebih berkah, lihat saja jalan yang penuh kerikil ini dikelilingi oleh pemandangan yang alami nan indah.” Najma mencoba meyakinkan Tina. Maklum di kampung Najma pernah mengaji tentang kisah yang intinya bahwa untuk menggapai keindahan perlukan kesabaran melalui jalan yang pahit. Dan itu tidak akan bisa dicapai kecuali oleh orang-orang yang sabar.
Tiga jam lebih perjalanan, Najma dan sekumpulan tenaga kerja Indonesia sampai di Hostel Simpang Pulai tepatnya di waktu ‘Ashar. Sang Warden (ibu Asrama) pun menyambut dengan baik dilanjutkan pengisian daftar nama, perkenalan dan langsung pembagian kamar. Ternyata namanya Nisa, dan biasa dipanggil kak Nisa karena dia masih muda. Kak Nisa yang bertugas mengurusi dan menjaga keamanan di hostel itu.
Selepas mandi dan menunaikan kewajiban sholat ‘Ashar Najma mengajak Tina yang satu kamar menikmati semilir angin di bumi tetangga, tak kalah indahnya dengan suasana kampung di tepi sawah.
Ibu, aku akan kembali, Kebumenku sampai jumpa lagi” bisik Najma dalam hati sambil memandangi langit timur.
* * *




Senja menyapa dari arah barat bumi Simpang Pulai menyeret kaki Najma mencari arah keindahan itu. Seraya mengantongi uang lima ringgitan mencari sesuatu untuk mengisi perut bersama teman-teman tak terkecuali Tina. Setelah beberapa menit menikmati senja dan sampaikan salam untuk keluarga di Indonesia lewat hembusan angin yang bertiup ke timur, Najma dan teman-teman masuk ke kedai. Mata Najma mencari-cari sosok sayur yang biasa dimakan di rumah, namun tak didapatinya.
“Ma..ayo cepetan, kamu mau ambil lauk apa?” tanya Tina yang tidak sabar melihat Najma belum mengambil sesuatupun.
“I..Iya Tin” jawab Najma kaget sembari meraih tempat nasi yang telah disediakan dan langsung mengambil nasi secukupnya dengan lauk tempe goreng dan sambal.
“Lho..gak sama sayur ma..?” pantau teman barunya yang setia.
Nggak Tin..yuk” ajak Najma ke kasir.
“Berapa Cik (panggilan mba untuk orang Malaysia)?” tanya Najma sambil merogoh uang di sakunya.
“Satu ringgit je” jawab si kasir.
“hmm...takut kemahalan ya?” ejek Tina sambil berjalan kembali ke Hostel.
Nggak kok Tin, lagi gak pengin makan sayur aja,” begitu jawab Najma yang menyembunyikan kekanak-kanakannya kalau dirinya tidak suka sayur kecuali si hijau kangkung yang tak bosan menjadi menu tiap sarapan bersama keluarga. Iya lah tinggal metik sendiri di perkebunan ayahnya lebih nikmat terasa ditambah masakan ibu yang super sedap.
“Jangan bilang kamu diet ya ma..udah kurus gitu juga, di negeri tetangga ini kita harus bisa menjaga kesehatan diri, beri kabar terbaik untuk keluarga di Indonesia” Tina menasihati Najma yang raut mukanya terlihat kekanakan layaknya kakak yang sangat peduli terhadap adiknya.
Apa aku harus belajar makan sayuran? wajibkah? ternyata Tina gak bisa dibohongi, Najma pun terdiam lalu meyakinkan sahabatnya “Siap Kapten..hehee”.
* * *

Malam pertama menikmati purnama di depan gedung megah bakal tempat mencari nafkah untuk menuai berkah. Najma mulai merenungkan nasib kedepannya memandangi purnama lalu sesekali melirik sebuah Kilang (nama Perusahaan di Malaysia), tak lupa lantunan tasbih menyibukkan bibirnya dan hati yang penuh harap kepada Tuhan yang Maha Tinggi. Sementara teman yang lain ngobrol demi puaskan perkenalan mereka.
“Purnama itu indah ya ma” tiba-tiba Tina duduk di sebelah kanan Najma.
“Sangat indah tin, seindah Syurga bagi penghuninya. Besok pagi kita mulai masuk ke gedung itu tin. Apa kita bisa jadikan gedung itu sebagai syurga kita?” sambil menunjuk ke arah Kilang calon tempat kerjanya, mulai Najma dengan celotehnya yang kadang membuat sahabatnya mengernyitkan kening.
“Pasti..dari luar pun tampak megah pasti di dalamnya serba mewah dan indah ma. Aku sudah tak sabar menunggu besok pagi” dengan lugunya Tina memastikan bahwa gedung itu akan jadi syurga bagi mereka
“Semoga saja ya tin” mereka saling bertatap dan telapak tangan kanan Najma memegang punggung tangan kiri Tina. Sebenarnya hati Najma masih bergejolak ingat rumah, ingat keluarga, juga bagaimana cara untuk mandiri. Maklum baru ini jauh dari keluarga. Najma selalu meyakinkan dirinya sendiri bahwa Allah SWT akan selalu menolongnya, itulah pesan dari ayah.
“Kita pasti bisa, kita kan ingin membahagiakan orang tua” Tina melanjutkan dengan memegang erat tangan Najma. Purnama pun tetap setia dalam tugasnya, bertasbih kepada Tuhan memancarkan cahaya indahnya seolah hadirkan senyuman ibu di dalamnya. Namun kak Nisa sang Ibu asrama mengagetkan lamunan mereka berdua.
“Udah malam dek..ayo masuk, nanti masuk angin lho”. Suara kerasnya membuat Tina langsung beranjak berdiri sedangkan Najma masih saja duduk. Mungkin Tina kaget dan ketakutan mendengar suara perempuan sekeras itu, maklum logat Batak lebih keras dibanding logat Jawa yang lembut.
“Ayo dek..pintu gerbang mau ditutup, belum pada sholat Isya kan?” sambil lalu kak Nisa mengulangi ajakannya.
“Iya kak..” jawab Tina sambil mengangkat tangan Najma yang masih duduk seolah tak ingin beranjak meninggalkan purnama.
Kalau bukan untuk sholat Isya mungkin Najma masih setia memandangi indahnya senyuman ibu yang tampak di bulan purnama yang terang itu. Ternyata baru jam sembilan dan baru masuk waktu sholat Isya untuk negara Malaysia dan kira-kira jam tujuh waktu Indonesia.
Tina dan Najma langsung bergegas ambil air wudhu melihat teman-teman sudah ada yang sholat berjama’ah.
Suasana yang masih ramai dengan obrolan perkenalan membuat Najma sesaat lupa dengan rindunya terhadap kampung halamannya. Komunitas Jawa Tengah dengan beragam logat bicara membuat mereka sesekali tertawa serempak, apalagi ketika mendengar cara bicara Najma dan Tina. Dua orang Jawa Tengah asli Kebumen itu selalu berbicara ngapak, dan terkesan aneh bagi mereka yang kebanyakan asli Jogja.
Hingga jam menunjukkan pukul 24:00 waktu Malaysia, mata Najma masih enggan untuk terpejam saking terhiburnya ngobrol dengan orang Kota Jogja, padahal esok pagi training kerja dimulai. Apalagi ditambah ada yang masak meggie (mie instan), “Wah tambah melek iki..”celoteh Sany, asli Boyolali.
* * *
Bersambung...........................
Previous
Next Post »

Silahkan Isi Folmulirnya ConversionConversion EmoticonEmoticon

Translate

Ads

Top Artikel

UNGKAPAN HATI SEORANG AYNI